Sabtu, 08 September 2012

MENJAJAKI HARTA KARUN LAUTAN


 Geografis Indonesia yang strategis yakni di antara dua benua, Asia dan Australia, dan di antara dua samudera India dan Pasifik, menjadikan wilayah perairan Indonesia sejak dahulu kala sebagai jalur lalu lintas pelayaran internasional yang ramai yang menghubungkan negara-negara di wilayah Eropa, Afrika, Timur tengah, Asia Selatan dan Asia Timur. Tidak mengherankan wilayah perairan Indonesia dikenal sebagai salah satu wilayah perairan yang dipenuhi ratusan hingga ribuan kapal karam, terutama di jalur pelintasan dan sekitar pusat-pusat perdagangan.
Di antara kapal-kapal karam tersebut diperkirakan membawa benda-benda artefak berupa keramik, logam mulia (emas, perak, perunggu), batuan berharga dan benda lainnya yang diperkirakan memiliki nilai tinggi, sehingga banyak terjadi pencurian dan penjualan benda-benda asal kapal tenggelam secara ilegal.


Kapal-kapal karam berikut muatannya yang dikenal sebagai Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT) tersebut merupakan aset negara yang sangat berharga, baik ditinjau dari nilai ekonomi maupun nilai sejarah dan budaya, Pemerintah melalui Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (PANNAS BMKT) menyelenggarakan pengelolaan BMKT agar kekayaan laut tersebut dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk negara.

Kegiatan pengelolaan BMKT telah berhasil mengangkat BMKT sebanyak 12 (dua belas) dari beberapa lokasi kapal karam yang selanjutnya menjadi prioritas utama PANNAS BMKT untuk pemanfaatannya, dengan mempertimbangkan kepentingan pelestarian nilai-nilai sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan ekonomi.
Bedasarkan Data dari Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri menyebutkan bahwa ada sekitar 700 sampai 800 titik harta karun yang potensial untuk diangkat, namun yang teridenfikasi baru 463 titik. Sampai sekarang lebih kurang 46 titik yang sudah diangkat atau sekitar 10 persen. Tapi yang tejual melalui proses pelelangan dengan baik belum ada.

Direktur Institute for National Strategic Interest & Development (INSIDe) Muhammad Danial Nafis, mengatakan persoalan BMKT, merupakan persoalan yang sangat kompleks, dan membutuhkan penanganan secara khusus. Aktivitas terhadap kegiatan ini skalanya besar, yaitu meliputi proses penelitian, survei, pengangkatan, sampai pada lelang.

Untuk itu, kata Nafis, Pemerintah RI perlu membentuk lembaga yang legitimate dan mandiri yang bertanggungjawab langsung kepada presiden dan operasionalnya dibebankan melalui APBN. Lembaga yang terbentuk, tetap melakukan koordinasi dengan pejabat-pejabat terkait.
Selain pengelola BMKT yang masih berbentuk panitia nasional, BMKT juga dikelola oleh perwakilan berbagai instansi. ”Sehingga itu akan menyulitkan dalam berkoordinasi,” kata Nafis kepada Indonesia Maritime Magazine

Melanjutkan keterangannya, Nafis mengatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tidak memperlihatkan keseriusannya dalam mengelola BMKT. “Jadi, bagaimana mau menyelamatkan harta karun yang dibawah laut, di internal mereka saja masih banyak yang harus dibenahi.” Sindirinya.
Selain persoalan tersebut, BMKT juga tidak didasari dengan peraturan yang jelas. Menurutnya, Keppres yang sudah ada (Keppres no. 107 Tahun 2000) tidak memberikan aturan secara detil. ”Aturan itu hanya memberikan alokasi-alokasi general.”
Padahal, kata dia, jika BMKT itu mampu dikelola dengan baik. Maka, manfaat yang didapatkan Negara sangat besar. Tidak hanya sekadar keuntungan yang bersifat materi yang didapat, tapi juga keuntungan yang sifatnya nonmateri, seperti kebudaayan, pendidikan dan lainnya.
Menurutnya, keuntungan yang didapat dari satu kapal saja, mampu menembus angka Rp. 1.000.000.000.000 (satu triliun). Maka, tak jarang pencurian barang berharga di dalam laut menjadi incaran pra oknum yang tidak bertanggungjawab. “Yang sudah banyak di keruk di kawasan Bangka Belitung, dan laut utara Jawa.”

Karena itu, dia berharap agar pemerintah mampu memberikan ruang gerak dan consern terhadap BMKT. “Wajib ada badan tersendiri yang menangani BMKT dan langsung di bawah presiden serta ada alokasi pendanaan secara jelas”

Nafis menambahkan, diperlukan segera revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang ada termasuk UU No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya maupun peraturan-peraturan dibawahnya yang berhubungan dengan kelangsungan pengelolaan BMKT.
”Perlu adanya sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang tidak berkomitment terhadap pemeliharaan warisan budaya dengan mengedepankan kepentingan ekonomi. Hal ini penting mengingat, dari beberapa kapal.” tandas Nafis Mengomentari itu, Sekjen Panas BMKT, Sudirmaan Saad mengatakan sesuai Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (PANNAS BMKT), disebutkan bahwa salah satu tugas PANNAS BMKT adalah menyelenggarakan koordinasi kegiatan pemantauan, pengawasan, dan pengendalian atas proses survei, pengangkatan dan pemanfaatan BMKT.

“Khusus untuk menjaga keamanan laut Republik Indonesia, pemerintah telah membentuk Badan Koordinasi Keamanan Laut yang anggotanya lintas sektor di bidang keamanan laut seperti, TNI AL, Polisi Perairan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kepala lembaga langsung bertanggung jawab kepada Presiden,” kata Sudirman Saad kepada Indonesia Maritim Magazine Pengamanan di laut sendiri, Sudirman Saad mengakui masih sangat terkendala dengan sarana dan prasarana pendukung yang tidak seimbang antara luas laut dan jumlah armada untuk pengawasan di laut, khususnya BMKT. Sehingga, lanjut Sudirman Saad perlu dioptimalkan pengawasan yang melibatkan masyarakat, khususnya nelayan. “Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan telah merintis kelompok pengawas masyarakat (POKWASMAS) di daerah pesisir di bawah pembinaan Direktorat Jenderal PSDKP,” tegasnya.

Disinggung mengenai kurang optimalnya Panas BMKT dalam melakukan penanganan, Sudriman biasa disapa dengan tegas membantahnya. Menurutnya, penanganan BMKT sudah dilkaukan serius dengan cara, proses perizinan survey dan perizinan pengangkatan harus melalui penilaian tim teknis dan harus disetujui instansi yang terkait. Kemudian telah dimiliki warehouse BMKT untuk penanganan BMKT hasil pengangkatan.
Tidak hanya itu, Sudirman juga mengakui telah dilakukan pendistribusian sebagian hasil pengangkatan ke 10 lembaga, khususnya lembaga pendidikan dan penelitian untuk tujuan pengkayaan koleksi dan menunjang ilmu pengetahuan. “Hasil pengangkatan BMKT sedang diproses pemanfaatannya melalui lelang/dijual dan kerjasama pengembangan museum maritime di Indonesia,” ujarnya tegas.

Ditanya mengenai masih markanya pencurian baik yang dilakukan oleh orang dalam sendiri maupun pihak asing, Sudirman mengatakan saat ini dirinya terus mengoptimalkan, pengawasan dan pengendalian yang didukung dengan sumberdaya yang memadai dari segi sarana, prasarana dan SDM. Kemudian pelibatan masyarakat dalam mengawasi BMKT.

Sementara mengenai revisi Keppres No 107/2000, Sudirman mengatakan Keppres No. 107/2000 sudah mengalami dua kali revisi sejak tahun 2007, yaitu Keppres No. 19 Tahun 2007 yang kemudian direvisi menjadi Keppres No 12/2009.
Sudirman menambagkan, mengenai penggunaan kata harta karun, menurutnya perlu diklarifikasi, dimana penggunaan istilah harta karun kurang tepat. Mengingat, penggunaan istilah harta karun cenderung dikaitkan dengan aspek ekonomi yang nantinya akan menjadi incaran banyak para pemburu harta karun. “Harta karun yang dikelola PANNAS BMKT sendiri merupakan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam yang mengandung aspek sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan ekonomi,” tukasnya.

Sampai sejauh ini, Sudriman mengakui jika kegiatan pencurian BMKT di pantai Utara Jawa, dikarenakan di perairan tersebut banyak mengandung potensi kapal tenggelam yang mengandung BMKT. Dijelaskan olehnya, bahwa diwilayah perairan utara jawa tersebut sejak dahulu kala sudah ramai dilalui kapal-kapal baik dari Cina, Eropa, Spanyol, Portugis, VOC, yang membawa barang-barang berharga untuk kegiatan perdagangan dan pengangkutan dimana merupakan jalur pelayaran yang relative aman dari keganasan perairan. “Akan tetapi, dengan kharakteristiknya yang dangkal dengan kemampuan sarana navigasi banyak kapal-kapal tersebut yang karam di wilayah tersebut, sehingga tidak heran apabila banyak kegiatan pencurian BMKT di wilayah tersebut,” terangnya.

Menegnai proses penjualan BMKT itu sendiri, Sudirman mengatakan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 pasal 1 angka 5. Untuk tahap pertama, dilakukan penjualan BMKT Cirebon yang diangkat dari Perairan Laut Jawa, 70 mil utara Cirebon pada koordinat 05o 14’ 55”LS dan 108o 58’ 39” BT, hasil pengangkatan sejak April 2004 sampai Oktober 2005, kurang lebih 271.834 artefak yang sebagian besar berupa keramik, gelas, logam mulia dan batuan berharga dari Abad ke X dari Lima Dinasti Cina (the Five Dynasties or Sung Dynasty), Sasanian Empire dan Fatimid Dynasty dari Timur Tengah dan Afrika  “Pelelangan BMKT Cirebon bersifat terbuka, dapat diikuti perseorangan atau lembaga baik dari dalam maupun luar negeri yang dilakukan dalam satu lot dengan harga limit US$ 80 juta. Peserta lelang harus menyetor uang jaminan penawaran lelang sebesar 20% dari harga limit atau US$ 16 juta,” pungkasnya.

Sumber : Indobesia Maritim Institut
 http://indomaritimeinstitute.org/?p=599